Rumah Pohon dan YASBI, Genggam Teknologi, Sadar Budaya



Di tengah hiruk pikuk modernisasi dan serbuan teknologi, beberapa komunitas memilih untuk menengok kembali akarnya. Di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dua komunitas, Rumah Pohon Jagakarsa dan Yayasan Sadar Budaya Indonesia (YASBI), menggelar diskusi yang menarik perhatian banyak pihak. Dengan tajuk “Sadar Budaya” Betawi: Angkat Isu Identitas dan Teknologi, acara ini berusaha menjembatani dua dunia yang sering dianggap berseberangan: tradisi dan teknologi.



Betawi di Era Digital: Antara Gawai dan Tradisi
Diskusi ini bukan sekadar
pertemuan biasa, melainkan sebuah ruang untuk merefleksikan kembali posisi budaya Betawi di era digital. Narasumber yang hadir, yaitu Babe R Panca nur seorang tokoh budaya Betawi, dan Bapak al ghozali, pemerhati budaya dan ketua dari Rumah Pohon Jagakarsa, bersama-sama membuka wawasan peserta tentang tantangan dan peluang yang dihadapi.

Salah satu poin utama yang disoroti adalah bagaimana teknologi, khususnya media sosial, telah mengubah cara kita berinteraksi dengan budaya. Di satu sisi, teknologi menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan dan melestarikan budaya Betawi. Video-video tarian, lagu, atau bahkan kuliner Betawi dapat dengan mudah diunggah dan dinikmati oleh khalayak yang lebih luas. Hal ini mematahkan batasan geografis dan memungkinkan budaya Betawi dikenal hingga ke mancanegara.

Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa adaptasi yang terlalu cepat terhadap teknologi dapat menggerus esensi budaya itu sendiri. Keaslian (autentisitas) dan makna mendalam dari sebuah tradisi bisa hilang ketika disederhanakan hanya untuk memenuhi kebutuhan konten digital. Diskusi ini menyoroti bahwa penting untuk memiliki kesadaran kritis agar kita tidak sekadar menjadi budaya indonesia "konsumen" budaya, melainkan juga "pelaku" yang aktif melestarikannya.

Kolaborasi dan Harapan Baru
Kolaborasi antara Rumah Pohon Jagakarsa dan YASBI menunjukkan sinergi positif antara komunitas lokal dan organisasi nirlaba yang memiliki visi sama. Rumah Pohon Jagakarsa, dengan kegiatannya yang berfokus pada anak-anak dan lingkungan, memberikan landasan yang kuat untuk menanamkan nilai-nilai budaya sejak dini. Sementara itu, YASBI dengan gerakan "Sadar Budaya"-nya, melengkapi dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan berorientasi pada pengembangan kesadaran kolektif.

Acara ini bukan hanya tentang memecahkan masalah, tetapi juga tentang menemukan solusi. Salah satu solusi yang muncul adalah perlunya literasi digital bagi para pegiat budaya. Dengan pemahaman yang baik tentang cara kerja teknologi, palang pintu betawi anak kecil mereka bisa menggunakan platform digital secara kreatif dan bertanggung jawab untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya Betawi dengan cara yang lebih otentik.

Diskusi ini ditutup dengan harapan bahwa generasi muda Betawi bisa menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan. Mereka diharapkan tidak hanya bangga dengan identitas budaya mereka, tetapi juga mahir menggunakan teknologi sebagai alat untuk mengabadikan dan mengembangkan warisan leluhur mereka. Karena, pada akhirnya, tradisi akan terus hidup bukan hanya karena dikenang, melainkan karena terus dijalankan dan diwariskan dari generasi ke generasi, bahkan di era digital yang semakin modern.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *